Manado Post

Pendangkalan Danau Tondano Makin Cepat, 50 Tahun Lagi Jadi Daratan

Sumber: http://www.manadopost.co.id/ 28 Februari 2011

WARNING bagi Pemerintah Kabupaten Minahasa dan Pemerintah Provinsi Sulut, seiring makin meluasnya eceng gondok. Danau Tondano yang tahun 1923 masih berkedalaman rata-rata 40 meter lebih, pada 2005 kedalamannya rata-rata tinggal 15 meter. Artinya, dalam jangka 82 tahun, kedalaman Danau Tondano berkurang 25 meter. Dalam jangka 50 tahun, bisa berkurang sampai 15 meter. Jadi jika tahun 2005 kedalamannya tinggal 15 meter, kurang dari 50 tahun depan Danau Tondano tinggal daratan.

Data dihimpun koran ini dari berbagai sumber, tahun 1974 kedalaman danau tinggal 28 meter, tahun 1983 turun lagi 27 meter, tahun 1987 tinggal 20 meter, tahun 1992 tinggal 16 meter, dan data terakhir tahun 2005 tinggal 15 meter. Proses pendangkalan di Danau Tondano terus saja terjadi. Berdasarkan hasil pemetaan batimetri yang dilakukan Lembaga Penilitian (Lemlit) Unima tahun 2005, diperoleh data luas Danau Tondano 4.667,5 Ha. Dari luas tersebut, 24,09 persen atau 1.591,25 Ha memiliki kedalaman kurang dari 10 meter dan hanya sekitar 51,88 Ha atau 1,11 persen yang memiliki kedalaman lebih dari 20 meter.

Pada kedalaman kurang dari 10 meter yang umumnya berada di tepian danau, dipenuhi tumbuhan eceng gondok .

Penyebab pendangkalan Danau Tondano sendiri terbesar disebabkan oleh potensi erosi yang diukur dari Indeks Bahaya Erosi yang sudah sangat tinggi (IBE di atas 10,00) sehingga daerah sekeliling danau mengalami erosi hebat, dengan tingkat erosi antara 28,86 ton/Ha/tahun sampai 62,33 ton/Ha/tahun. Sedimen lumpur yang mengalir dari lereng-lereng bukit dan gunung serta dari lahan pertanian dan sawah, langsung masuk ke danau, karena hanya 8 dari 12 sungai dan 25 anak sungai yang bermuara di danau yang telah dilengkapi waduk dan check dam (bendungan penahan lumpur). Penyebab utama kerusakan lingkungan ini, adalah kesalahan dalam penggunaan lahan-lahan sekeliling danau.

Tidak jelasnya batas tata ruang pemanfaatan di kawasan tangkapan air ini, berakibat penggundulan hutan dan erosi yang tidak terkendali lagi. Luas hutan di DAS Tondano tahun 1982 masih 2.450 Ha atau 8,35% dari total area, tahun 1999 tinggal 2.182 Ha atau 7,44% (jauh dari persyaratan minimum 30% – UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan). Saat ini luas hutan yang tersisa di DAS Tondano kurang dari 7%, namun khusus pada daerah tangkapan air (catchment area) Danau Tondano, hutan tersisa 905,4 Ha atau 3,84% dari luas area.

Selain itu, pembangunan sarana publik dan pengembangan daerah pemukiman dan pariwisata di kawasan sekitar danau yang tidak memperhatikan aspek lingkungan, mengakibatkan perusakan ekosistem DAS Tondano secara tidak langsung. Kemudian kerusakan oleh usaha perikanan. Hasil penelitian Unsrat tahun 2000 melaporkan, produksi ikan tahun 1998 sudah mencapai 2000 ton dan meningkat terus dari tahun ke tahun (saat ini telah mencapai 3.500 ton). Tiap hari ton-ton pakan ikan (pellet terkonsentrasi) disebar di usaha-usaha karamba dan menjadi sampah yang sangat banyak dan mempercepat pendangkalan, eutrofikasi, juga menyuburkan hama algae dan eceng gondok.

Kualitas air Danau Tondano yang terus menurun, diprediksi akan mengancam seluruh kehidupan dalam air. Pelepasan detergen sebanyak 50 ton per tahun, limbah padat dari hunian, pupuk dan pestisida sebanyak 750 ton urea dan 250 ton fosfat dari pertanian, masuk ke dalam danau (Unsrat, tahun 2000) Akibat dari kombinasi ketidakpahaman penduduk mengenai pelestarian nilai dan potensi sumberdaya alam dan mismanagement di instansi-instansi terkait, terjadilah kerusakan antara lain:

Sedimentasi atau pengendapan lumpur di danau sudah mencapai 135,75 ton/tahun. Akibatnya, pendangkalan danau secara terus menerus dengan kecepatan >1/4 meter tiap tahun. Menurut Prof DR Iren Umboh M.Si, yang saat ini menjadi kepala Lemlit Unima, saat dilakukannya penelitian kedalaman Danau Tondano, jika kondisi yang ada saat ini dibiarkan terus menerus, tidak sampai 50 tahun kemudian Danau Tondano dipastikan bakal menjadi daratan seperti halnya Danau Limboto di Gorontalo.

ECENG GONDOK PEMICU PENYEMPITAN

Danau Tondano merupakan danau Vulkanik yang cukup dikenal di Indonesia dan mempunyai multiguna bagi kehidupan masyarakat di Minahasa pada khususnya dan Sulut pada umumnya. Danau Tondano bagi masyarakat, mempunyai arti penting terutama bagi sumber PLTA dan sebagai penyedia air bagi kebutuhan irigasi, perikanan, tempat budidaya ikan, sumber air bersih, aktifitas rumah tangga penduduk sekitar, serta sumber air baku PDAM Kota Manado. Bukan hanya itu, Danau Tondano juga memiliki keindahan alam untuk dikunjungi para wisatawan. Sebagai aset wilayah yang penting serta srategis, selain mengalami laju pendangkalan, Danau Tondano juga dilaporkan telah mengalami laju penyempitan dari 15,09 hektare per tahun menjadi 18 hektare per tahun.

Bila tahun 1934 luas Danau Tondano mencapai 5.622 Ha, saat ini diperkirakan tinggal 4.667 Ha (berdasarkan penilitian Lemlit Unima 2005). Laju penyempitan danau sendiri sangat cepat dipicu oleh pertumbuhan eceng gondok yang nyaris menutupi seluruh pinggiran danau. Laju pertumbuhan eceng gondok dan hydrilla berhubungan erat dengan peningkatan eutrofikasi akibat aktifitas penduduk di sekitar danau, seperti aktifitas budidaya ikan dengan jaring apung. Kurang lebih 2.500 unit jaring apung tersebar di Danau Tondano tahun 2005 (saat ini sudah mencapai 7.780 jaring, berdasarkan laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Minahasa).

Ada juga kegiatan restoran, rumah penduduk yang terapung, aktifitas pertanian dan peternakan, serta aktifitas masyarakat lainnya. Laju Pertumbuhan eceng gondok berpengaruh pada penurunan pemakaian air danau sebagai sumber energy PLTA, dari 90 persen menjadi 60 persen (laporan PLN beberapa waktu lalu).

Kesimpulan dari penelitian Lemlit Unima, laju pertumbuhan tertinggi eceng gondok terdapat di lokasi jaring apung dengan kecepatan pertumbuhan antara 150 sampai 271 persen per minggu, disusul lokasi peternakan itik dan dekat persawahan dengan laju pertumbuhan antara 89 sampai 157 persen per minggu. Perbedaan laju pertumbuhan disebabkan oleh perbedaan kondisi nutrisi perairan pada setiap lokasi pengamatan. Pola laju pertumbuhan eceng gondok semakin menurun seiring dengan pertambahan waktu. Sifat pertumbuhan tersebut memberi gambaran bahwa pada awal pertumbuhannya, tanaman eceng gondok berkembang biak sangat cepat karena itu dapat diyakini dalam waktu yang relative singkat, kanopi eceng gondok dapat menutupi perairan Danau Tondano.

PARU-PARU SULUT

Danau Tondano merupakan salah satu danau dari 15 danau di Indonesia yang disepakati masuk dalam prioritas program pengelolaan danau. Kesepakatan ini sendiri ditandatangani oleh sembilan Menteri pada tanggal 13 Agustus 2009 di Bali. Kesepakatan ini dibuat tidak lain karena melihat pentingnya Danau Tondano bagi kehidupan masyarakat Sulut. Pernahkah kita bayangkan bagaimana jadinya bila Danau Tondano ini seketika menjadi daratan? Jawabannya pasti akan terjadi krisis listrik di enam kota dan kabupaten seperti Manado, Bitung, Minsel, Mitra, Minahasa, dan Minut.

Selain krisis listrik, warga di Kota Manado juga bakal mengalami krisis air bersih. Ini disebabkan pasokan air PDAM Manado semuanya berasal dari air Danau Tondano yang mengalir melalui Sungai Tondano. Bukan hanya memberi dampak kepada beberapa kabupaten/kota di Sulut, masyarakat sekitar danau juga akan merasakan dampaknya. Ribuan hektare sawah milik petani yang mengandalkan air Danau Tondano seperti di Daerah Irigasi (DI) Taler, DI Kulo, DI Tombakar, dan DI Tontimomor-Panasen-Tontolan akan kering. Demikian pula pembudidaya ikan yang tersebar di Tondano, Eris, Kakas, dan Remboken akan merasakan dampaknya.

Data yang diperoleh wartawan koran ini sendiri di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Minahasa, jumlah jaring apung yang ada saat ini di Danau Tondano mencapai 7.780 jaring. Ratusan pengusaha rumah makan dan wisata dipastikan akan gulung tikar. Belum lagi kehidupan ribuan warga di pesisir danau yang menggantungkan kehidupan mereka sehari-hari di danau, mulai dari nelayan yang menghidupi keluarganya dari hasil tangkapan di danau, penduduk yang tiap harinya menggunakan air danau sebagai kebutuhan sehari-hari, dan masih banyak lagi.

Bukan hanya masyarakat, keringnya danau Tondano juga akan berdampak pada Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Minahasa dan Pemerintah Provinsi Sulut. Jadi tidak mengherankan bila saat ini sejumlah masyarakat, LSM, dan pemerhati lingkungan mendesak Pemerintah Kabupaten Minahasa, Pemerintah Provinsi, pihak PLN, akademisi dan para pengusaha untuk bekerjasama melestarikan Danau Tondano dari ancaman pendangkalan. Kita semua tidak ingin Danau Tondano tinggal kenangan. Mari bersama-sama memikirkan dan melestarikan Danau Tondano yang juga menjadi paru-paru Sulut, ujar salah satu pemerhati lingkungan DR Tommy Palapa. Kalau tidak, kita sama saja meninggalkan malapetaka bagi anak cucu kita di kemudian hari.

One response to “Manado Post

  1. PERDA HOTEL DIKABUPATEN MINAHASA TONDANO DIGUNAKAN UNTUK MENARIK PAJAK 10% PER-BULAN BAGI PEMONDOKAN/KOST2-AN DIWILAYAH TONDANO SELATAN YG 100% JASA PENGGUNA PEMONDOKAN/KOST2AN ADALAH MAHASISWA UNIMA SEBAGAI PELAKU PENDIDIKAN, DAN HOTEL BUKAN KOST2-AN. WAHAI ANGGOTA DEWAN KABUPATEN MINAHASA TONDANO YG MENGESAHKAN PERDA TERSEBUT PLEASE DEH BELAJAR LAGI APA PERBEDAAN HOTEL DENGAN PEMONDOKAN/KOST2-AN. MAHASISWA SEBAGAI PELAKU PENDIDIKAN YG AKAN MENANGGUNG PAJAK TERSEBUT SECARA OTOMATIS.

Leave a comment